Senin, 13 April 2015

Karangan Ilmiah Dan Non Ilmiah


KARYA ILMIAH
Sebelumnya ada beberapa pengertian tentang karya ilmiah yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya :
a.  Menurut Brotowidjoyo karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Karya ilmiah dapat juga berarti tulisan yang didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya/keilmiahannya (Susilo, M. Eko, 1995:11).
b.  Karya ilmiah merupakan karya tulis yang isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis atau peneliti. Untuk memberitahukan sesuatu hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca.
c.   Karya ilmiah adalah tulisan yang berisi argumentasi penalaran keilmuan yang dikomunikasikan lewat bahasa tulis yang formal dengan sistematis-metodis dan menyajikan fakta umum serta ditulis menurut metodologi penulisan yang benar. Karya ilmiah ditulis dengan bahasa yang konkret, gaya bahasanya formal, kata-katanya teknis dan dan didukung fakta yang dapat dibuktikan kebenarannya
d. Karya tulis ilmiah adalah suatu tulisan yang membahas suatu permasalahan. Pembahasan itu dilakukan berdasarkan penyelidikan, pengamatan, pengumpulan data yang diperoleh melalui suatu penelitian. Karya tulis ilmiah melalui penelitian ini menggunakan metode ilmiah yang sistematis untuk memperoleh jawaban secara ilmiah terhadap permasalahan yang diteliti. Untuk memperjelas jawaban ilmiah berdasarkan penelitian, penulisan karya tulis ilmiah hanya dapat dilakukan sesudah timbul suatu masalah, yang kemudian dibahas melalui penelitian dan kesimpulan dari penelitian tersebut.
Dari berbagai macam pengertian karya ilmiah di atas dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud karya ilmiah dalam makalah ini adalah, suatu karangan yang berdasarkan penelitian yang ditulis secara sistematis, berdasarkan fakta di lapangan, dan dengan menggunakan pendekatan metode ilmiah.

Ciri Karya Ilmiah
Tidak semua karya yang ditulis secara sistematis dan berdasarkan fakta di lapangan adalah sebuah karya ilmiah sebab karya ilmiah mempunyai ciri-ciri seperti berikut ini:
1. Objektif.
Keobjektifan ini menampak pada setiap fakta dan data yang diungkapkan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak dimanipulasi. Juga setiap pernyataan atau simpulan yang disampaikan berdasarkan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, siapa pun dapat mengecek (memverifikasi) kebenaran dan keabsahannya.
2. Netral.
Kenetralan ini bisa terlihat pada setiap pernyataan atau penilaian bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu baik kepentingan pribadi maupun kelompok. Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan yang bersifat mengajak, membujuk, atau mempengaruhi pembaca perlu dihindarkan.
3. Sistematis.
Uraian yang terdapat pada karya ilmiah dikatakan sistematis apabila mengikuti pola pengembangan tertentu, misalnya pola urutan, klasifikasi, kausalitas, dan sebagainya. Dengan cara demikian, pembaca akan bisa mengikutinya dengan mudah alur uraiannya.
4. Logis.
Kelogisan ini bisa dilihat dari pola nalar yang digunakannya, pola nalar induktif atau deduktif. Kalau bermaksud menyimpulkan suatu fakta atau data digunakan pola induktif; sebaliknya, kalau bermaksud membuktikan suatu teori atau hipotesis digunakan pola deduktif.
5. Menyajikan fakta (bukan emosi atau perasaan).
Setiap pernyataan, uraian, atau simpulan dalam karya ilmiah harus faktual, yaitu menyajikan fakta. Oleh karena itu, pernyataan atau ungkapan yang emosional (menggebu-gebu seperti orang berkampanye, perasaan sedih seperti orang berkabung, perasaan senang seperti orang mendapatkan hadiah, dan perasaan marah seperti orang bertengkar) hendaknya dihindarkan.
6.  Tidak Pleonastis
Maksudnya kata-kata yang digunakan tidak berlebihan alias hemat kata-katanya atau tidak berbelit-belit (langsung tepat menuju sasaran).
7.  Bahasa yang digunakan adalah ragam formal.

Syarat Karya Ilmiah
    Berikut ini adalah syarat-syarat karya ilmiah :
-           Karya tulis ilmiah memuat gagasan ilmiah lewat pikiran dan alur pikiran.
-           Keindahan karya tulis ilmiah terletak pada bangun pikir dengan unsur-unsur yang menyangganya.
-            Alur pikir dituangkan dalam sistematika dan notasi.
-          Karya tulis ilmiah terdiri dari unsur-unsur: kata, angka, tabel, dan gambar, yang tersusun mendukung alur pikir yang teratur.
-          Karya tulis ilmiah harus mampu mengekspresikan asas-asas yang terkandungdalam hakikat ilmu dengan mengindahkan kaidah-kaidah kebahasaan.
-          Karya tulis ilmiah terdiri dari serangkaian narasi (penceritaan), eksposisi (paparan), deskripsi (lukisan) dan argumentasi (alasan).

 Jenis Karya Ilmiah
    Pada prinsipnya semua karya ilmiah yaitu hasil dari suatu kegiatan ilmiah. Dalam hal ini yang membedakan hanyalah materi, susunan , tujuan serta panjang pendeknya karya tulis ilmiah tersebut,. Secara garis besar, karya ilmiah di klasifikasikan menjadi dua, yaitu karya ilmiah pendidikan dan karya ilmiah penelitian.

1. Karya Ilmiah Pendidikan
    Karya ilmiah pendidikan digunakan tugas untuk meresume pelajaran, serta sebagai persyaratan mencapai suatu gelar pendidikan. Karya ilmiah pendidikan terdiri dari:

a. Paper (Karya Tulis).
   Paper atau lebih populer dengan sebutan karya tulis, adalah karya ilmiah berisi ringkasan atau resume dari suatu mata kuliah tertentu atau ringkasan dari suatu ceramah yang diberikan oleh dosen kepada mahasiswanya.
Tujuan pembuatan paper ini adalah melatih mahasiswa untuk mengambil intisari dari mata kuliah atau ceramah yang diajarkan oleh dosen, penulisan paper ini agak di perdalam dengan beberapa sebab antara lain, Bab I Pendahuluan , Bab II Pemaparan Data, Bab III Pembahasan atau Analisisdan Bab IV Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
b. Pra Skripsi
   Pra Skripsi adalah karya tulis ilmiah pendidikan yang digunakan sebagai persyaratan mendapatka gelar sarjana muda. Karya ilmiah ini disyaratkan bagi mahasiswa pada jenjang akademik atau setingkat diploma 3 ( D-3).
Format tulisannya terdiri dari Bab I Pendahuluan (latar belakang pemikiran, permasalahan, tujuan penelitian atau manfaat penelitian dan metode penelitian). Bab II gambaran umum (menceritakan keadaan di lokasi penelitian yang dikaitkan dengan permasalahan penelitian), Bab III deskripsi data (memaparkan data yang diperoleh dari lokasi penelitian). Bab IV analisis (pembahasan data untuk menjawab masalah penelitian). Bab V penutup (kesimpulan penelitian dan saran)
c. Skripsi
   Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta- fakta empiris-objektif baik berdasarkan peneliian langsung (observasi lapangan ) maupun penelitian tidak langsung (study kepustakaan)skripsi ditulis sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana S1. Pembahasan dalam skripsi harus dilakukan mengikuti alur pemikiran ilmiah yaitu logis dan emperis.
d. Thesis
   Thesis adalah suatu karya ilmiah yang sifatnya lebih mendalam dari pada skripsi, thesis merupakan syarat untuk mendapatkan gelar magister (S-2).
Penulisan thesis bertujuan mensinthesikan ilmu yng diperoleh dari perguruan tinggi guna mempeluas khazanah ilmu yang telah didapatkan dari bangku kuliah master, khazanah ini terutama berupa temuan-temuan baru dari hasil suatu penelitian secara mendalam tentang suatu hal yangmenjadi tema thesis tersebut.
e. Disertasi
    Disertasi adalah suatu karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta akurat dengan analisis terinci. Dalil yang dikemukakan biasanya dipertahankan oleh penulisnya dari sanggahan-sanggahan senat guru besar atau penguji pada sutu perguruan tinggi, desertasi berisi tentang hasil penemuan-penemuan penulis dengan menggunakan penelitian yang lebih mendalam terhadap suatu hal yang dijadikan tema dari desertasi tersebut, penemuan tersebut bersifat orisinil dari penulis sendiri, penulis desertasi berhak menyandang gelar Doktor.
KARYA NON-ILMIAH
Karya non-ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, bersifat subyektif, tidak didukung fakta umum, dan biasanya menggunakan gaya bahasa yang popular atau biasa digunakan (tidak terlalu formal).
 Karya non ilmiah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
  • Ditulis berdasarkan fakta pribadi,
  • Fakta yang disimpulkan subyektif,
  • Gaya bahasa konotatif dan populer,
  • Tidak memuat hipotesis,
  • Penyajian dibarengi dengan sejarah,
  • Bersifat imajinatif,
  • Situasi didramatisir,
  • Bersifat persuasif.
  • Tanpa dukungan bukti
Jenis-jenis yang termasuk karya non-ilmiah adalah :
-          Dongeng
-          erpen,
-           novel,\
-           Drama
-           roman.

PERBEDAAN KARYA  ILMIAH DAN NON ILMIAH
Istilah karya ilmiah dan nonilmiah merupakan istilah yang sudah sangat lazim diketahui orang dalam dunia tulis-menulis. Berkaitan dengan istilah ini, ada juga sebagian ahli bahasa menyebutkan karya fiksi dan nonfiksi. Terlepas dari bervariasinya penamaan tersebut, hal yang sangat penting untuk diketahui adalah baik karya ilmiah maupun nonilmiah/fiksi dan nonfiksi atau apa pun namanya, kedua-keduanya memiliki perbedaan yang signifikan.
Perbedaan-perbedaan yang dimaksud dapat dicermati dari beberapa aspek.Pertama, karya ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif). Faktual objektif adalah adanya kesesuaian antara fakta dan objek yang diteliti. Kesesuaian ini harus dibuktikan dengan pengamatan atau empiri. Kedua, karya ilmiah bersifat metodis dan sistematis. Artinya, dalam pembahasan masalah digunakan metode atau cara-cara tertentu dengan langkah-langkah yang teratur dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah dan penentuan strategi. Ketiga, dalam pembahasannya, tulisan ilmiah menggunakan ragam bahasa ilmiah. Dengan kata lain, ia ditulis dengan menggunakan kode etik penulisan karya ilmiah. Perbedaan-perbedaan inilah yang dijadikan dasar para ahli bahasa dalam melakukan pengklasifikasian.
Karya nonilmiah sangat bervariasi topik dan cara penyajiannya, tetapi isinya tidak didukung fakta umum. Karangan nonilmiah ditulis berdasarkan fakta pribadi, dan umumnya bersifat subyektif. Bahasanya bisa konkret atau abstrak, gaya bahasanya nonformal dan populer, walaupun kadang-kadang juga formal dan teknis. Karya nonilmiah bersifat (1) emotif: kemewahan dan cinta lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi, (2) persuasif: penilaian fakta tanpa bukti. Bujukan untuk meyakinkan pembaca, mempengaruhi sikap cara berfikir pembaca dan cukup informative, (3) deskriptif: pendapat pribadi, sebagian imajinatif dan subjektif, dan (4) jika kritik adakalanya tanpa dukungan bukti.Karya nonilmiah bersifat, antara lain :
  1. Emotif : merupakan kemewahan dan cinta lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi
  2. Persuasif : merupakan penilaian fakta tanpa bukti. Bujukan untuk meyakinkan pembaca, mempengaruhi sikap cara berfikir pembaca dan cukup informative
  3. Deskriptif : merupakan pendapat pribadi, sebagian imajinatif dan subjektif, dan
  4. Jika kritik adakalanya tanpa dukungan bukti.

Sumber: https://www.academia.edu/8593563/PERBEDAAN_KARYA_ILMIAH_DAN_NON_ILMIAH

Penalaran


      A. PENGERTIAN PENALARAN

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Dalam pengertian yang lain penalaran adalah suatu proses berfikir untuk menghubung- hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu kesimpulan. Cara penarikan kesimpulan ini disebut dengan logika. Secara umum, logika dapat didefinisikan sebagai sarana untuk berfikir secara benar atau sahih. Yang mana didalam logika itu, menyatakan, menjelaskan, dan mempergunakan prinsip- prinsip abstrak dalam merumuskan kesimpulan. 
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga, maka akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis. Berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang akan menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut Premis dan hasil kesimpulannya disebut  konklusi. Berdasarkan jenisnya, proposisi dapat dibedakan menjadi dua jenis.Yakni proposisi empirik dan proposisi mutlak. Proposisi empirik adalah pernyataan yang dapat diverifikasi secara empirik. Sedangkan Proposisi mutlak adalah proposisi yang jelas dengan sendirinya sehingga tidak perlu dibuktikan secara empiris.
Adapun dalam proses bernalar, terdapat dua jenis metode yang dapat digunakan, yaitu bernalar secara deduktif dan induktif.
Premis mayor (proposisi yang dianggap benar bagi semua anggota kelas tertentu)
Premis minor (proposisi yang mengidentifikasikan sebuah peristiwa atau fenomenal yang khusus sebagai anggota dari kelas tadi)
Term mayor (ada dalam Premis mayor: predikat)
Term minor (ada dalam Premis minor: Subjek)
Term tengah (terdapat dikedua premis dan tidakk muncul dalam kesimpulan)

B.     BERNALAR SECARA DEDUKTIF
    Bernalar secara Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik suatu kesimpulan dari suatu prinsip atau sikap yang berlaku umum untuk kemudian ditarik kesimpulan yang khusus. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah. Contoh: Al- musaddadiyah adalah sebuah yayasan yang menyediakan berbagai jenjang pendidikan, seperti SD, SMP, MTS, SMA, MA, SMK, Perguruan Tinggi dan Pesantren.
     Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula dilakukan secara tak langsung.
     1.      Menarik Simpulan secara Langsung
    Simpulan (konklusi) secara langsung atau entimen, adalah suatu proses penarikan kesimpulan yang ditarik dari satu premis.
Misalnya:
1)        Semua S adalah P. (premis)
        Sebagian  P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin. (premis)
Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)
2)      Tidak satu pun S adalah P. (premis)
       Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)
3)      Semua S adalah P. (premis)
       Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Semua rudal adalah senjata berbahaya. (premis)
Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)
4)      Tidak satu pun S adalah P. (premis)
       Semua S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor pun harimau adalah singa. (premis)
Semua harimau adalah bukan singa. (simpulan)
5)       Semua S adalah P. (premis)
       Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
       Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
Contoh: Semua gajah adalah berbelalai. (premis)
  Tak satu pun gajah adalah takberbelalai. (simpulan)
  Tidak satu pu yang takberbelalai adalah gajah. (simpulan)

2.      Menarik Simpulan secara Tidak Langsung
   Penarikan simpulan secara tidak langsung atau silogisme, adalah suatu proses penarikan kesimpulan yang memerlukan dua data sebagai data utamanya. Dari dua data ini, akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.
   Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang bersifat umum (PU) dan premis yang kedua bersifat khusus (PK). Sebagai umpama:
PU             : Setiap manusia akan mati
PK             : Pak ujang adalah manusia
K               : Pak ujang akan mati
   Hal- hal penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan suatu silogisme adalah sebagai berikut:
1.      Silogisme terdiri dari tiga pernyataan.
2.      Pernyataan (premis) pertama disebut premis umum.
3.      Pernyataan (premis) kedua disebut premis khusus
4.      Pernyataan ketiga disebut kesimpulan.
5.      Apabila salah satu premisnya negatif, maka kesimpuulannya pasti negatif.
6.      Dua premis negatif tidak dapat menghasilkan kesimpulan.
7.      Dari dua premis khusus tidak dapat ditarik kesimpulan.
         Pola penarikan kesimpulan tidak langsung atau silogisme, dapat dikelompokan kedalam beberapa jenis:
a.      Silogisme Kategorial
    Yang dimaksud dengan silogisme kategorial adalah, silogisme yang terjadi dari tiga proposisi (pernyataan). Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi, merupakan simpulan. Premis yang bersifat umum, disebut premis mayor. Dan premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor.
Contoh:
PU       : Semua manusia bijaksana.
PK       : Semua polisi adalah bijaksana.
K         : Jadi, semua polisi bijaksana.
        Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor. Term penengah adalah silogisme diatas ialah manusia. Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.
Contoh:
PU       : Semua manusia tidak bijaksana.
PK       : Semua kera bukan manusia.
K         : Jadi, (tidak ada kesimpulan).
         Aturan umum mengenai silogisme kategorial adalah sebsgai berikut:
a)      Silogisme harus terdiri atas tiga term. Yaitu term mayor, term minor dan term penengah.
Contoh:
PU       : Semua atlet harus giat berlatih.
PK       : Xantipe adalah seorang atlet.
K         : Xantipe harus giat berlatih.
Term mayor  =  harus giat berlatih.
Term minor = Xantipe.
Term penengah = atlet.
Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh: Gambar itu menempel di dinding.
  Dinding itu menempel di tiang.
Dalam premis ini terdapat empat term, yaitu gambar yang menempel di dinding dan dinding menempel ditiang. Oleh sebab itu, disini tidak dapat ditarik kesimpulan.
b)      Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor dan simpulan.
c)      Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
Contoh: Semua semut bukan ulat.
  Tidak seekor ulat pun adalah manusia.
d)      Bilah salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh: PU     :Tidak seekor gajah pun adalah singa.
  PK     : Semua gajah berbelalai.
  K       : Jadi, tidak seekor singa pun berbelalai.
e)      Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
Contoh: PU     ; Semua mahasiswa adalah lulusan SMA
              PK     : Ujang adalah mahasiswa
  K       : Ujang lulusan SMA
f)        Dari dua premis yang khusus, tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh: PU     : Sebagian orang jujur adalah petani.
  PK     : Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
  K       : Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
g)      Bila salah satu premis khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh: PU     : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.
  PK     : Radit adalah mahasiswa.
  K       : Jadi, Radit adalah lulusan SLTA.
h)      Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh: PU     : Beberapa manusia adalah bijaksana.
  PK     : Tidak seekor binatang pun adalah manusia.
  K       : Jadi, . . . (tidak ada simpulan)


b.      Silogisme Hipotesis
   Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas pernyataan umum, pernyataan khusus, dan kesimpulan. Akan tetapi, premis umumnya bersifat pengandaian. Hal ini ditandai adanya penggunaan konjungsi jika dalam pernyataannya. Dengan demikian, pernyataan umumnya dibentuk oleh dua bagian. Bagian pertama disebut anteseden dan bagian keduanya disebut konsekuensi. Sementara itu, pernyataan khususnya menyatakan kenyataan yang terjadi, yang kemungkinannya hanya dua: sesuai atau tidak sesuai dengan yang diandaikannya itu.
Contoh PU                        : jika saya lulus ujian, saya akan melanjutkan kuliah ke
                                    (anteseden)                        (konsekuensi)
perguruan tinggi.
c.       Silogisme Alterntif
               Silogisme ini menggunakan pernyataan umum yang memiliki dua alternatif. Jika alternative satu itu benar menurut pernyaataan khususnya, alternatif yang lain itu salah.
      Contoh:
      Premis Mayor è merupakan proposisi alternative (proposisi yang mengandung kemungkinan-kemungkinan atau pilihan-pilihan)
      Premis Minor è
      Kesimpulannya tergantung pada premis minor.
      PU ; Lampu temple ini akan mati apabila minyaknya habis atau sumbunya                                               pendek. 
      PK  ;   Lampu ini mati, tetapi minyaknya tidak habis.
      K    :   Lampu ini mati karena sumbunya pendek.
d.      Entimen
   Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh:
PU ; Semua sarjana adalah orang cerdas.
PK ; Ali adalah seorang sarjana.
K   : Jadi, Ali adalah orang cerdas.
         Dari silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Ali adalah orang cerdas karena dia adalah seorang sarjana”.        
Beberapa contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
         Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah entimen juga dapat diubah menjadi silogisme.

C.     BERNALAR SECARA INDUKTIF
Penalaran induktif dilakukan terhadap fakta-fakta khususuntuk kemudian dirumuskan sebuah kesimpulan. Kesimpulan ini mencakup semua fakta yang khusus.
Contoh :
Sejak suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu, Ny. Ahmad sering   sakit. Setiap bulan ia pergi ke dokter memeriksakan sakitnya. Harta peninggalan suaminya semakin menipis untuk membeli obat dan biaya pemeriksaan, serta untuk biya hidup sehari-hari bersama tiga orang anaknya yang masih sekolah. Anaknya yang tertua dan adiknya masih kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta, sedangkan yang nomor tiga masih duduk di bangku SMA. Sungguh (kata kunci) berat beban hidupnya. (Ide pokok)
         Seperti halnya penalaran duduktif, cara bernalar induktif juga terbagi kedalam beberapa macam. Yakni:


1.      Generalisasi
   Generalisasi ialah proses penalaranyang megandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum. Dari beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa “Lulusan sekolah A pintar-pintar.” Hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai pernyataan memberikan gambaran seperti itu.
Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan semua logam akan memuai.
    Benar atau tidak benarnya rumusan kesimpulan secara generalisasi, itu dapat dilihat dari hal-hal berikut.:
1)     Data itu harus memadai jumlahnya. Semakin banyak data yang dipaparkan, semakin benar simpulan yang diperoleh.
2)     Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang benar.
3)     Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat dijadikan data.
Contoh generalisasi yang tidak sahih;
a)      Orang garut suka rujak
b)      Makan daging dapat menyebabkan penyakit darah tinggi.
c)      Orang malas akan kehilangan banyak rejeki.
2.      Analogi
   Analogi adalah cara bernalar dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
Contoh:Nina adalah lulusan akademi A.
 Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
 Ali adalah lulusan akademi A.
 Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
          Tujuan penalaran secara analogi adalah sebagai berikut.
1)      Analogi dilakukan untuk meramalkan sesuatu.
2)      Analogi dilakukan untuk menyingkap suatu kekeliruan.
3)      Analogi digunakan untuk menyusun klasifikasi.
3.      Hubungan Kausal
   Hubungan kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang memiliki pola hubungan sebab akibat. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam kehidupan kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita temukan. Hujan turun dan jalan-jalan becek. Ia kena penyakit kanker darah dan meninggal dunia. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, terdapat tiga pola hubungan kausalitas. Yaitu sebagai berikut:
a.       Sebab-Akibat
   Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B. Disamping itu, hubungan ini dapat pula berpola A menyebabkan B, C, D, dan seterusnya. Jadi, efek dari satu peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.
   Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, diperlukan kemampuan penalaran seseorang untuk mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan terlihat pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata. Kalau kita melihat sebiji buah mangga terjatuh dari batangnya, kita akan memperkirakan beberapa kemungkinan penyebabnya. Mungkin mangga itu ditimpa hujan, mungkin dihempas angin, dan mungkin pula dilempari anak-anak. Pastilah salah satu kemungkinana itu yang menjadi penyebabnya.
b.      Akibat-Sebab
         Dalam pola ini kita memulai dengan peristiwa yang menjadi akibat. Peristiwa itu kemudian kita analisis untuk dicari penyebabnya.
Contoh ;Kemarin pak maman tidak masuk kantor. Hari inipun tidak. Pagi tadi  istrinya pergi ke apotek membeli obat. Oleh karena itu, pasti Pak Maman sedang sakit.
c.      Sebab Akibat -1 Akibat -2
         Suatu penyebab dapat menyebabkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianaalah seterusnya, hingga timbul arangkaian beberapa akibat.
Contoh:
Mulai bualan mei 2012, harga beberapa jenis BBM direncanakan akan mengalami kenaikan. Terutama premium dan solar. Hal ini karena pemerintah ingin mengurangi subsidi dengan harapan supaya ekonomi Indonesia kembali berlangsung normal. Dikarenakan harga bahan bakar naik, sudah barang tentu biaya angkutan pun akan naik pula. Jika biaya angkutan naik, harga barang pasti ikutn naik. Naiknya harga barang akan dirasakan berat oleh masyarakat. Oleh karena itu, kenaikan harga barang harus diimbangi dengan usaha menaikan pendapatan rakyat.



Sumber: https://www.academia.edu/6660140/Penalaran