A. PENGERTIAN PENALARAN
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari
pengamatan indera (pengamatan empirik) yang
menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Dalam pengertian yang lain
penalaran adalah suatu proses berfikir untuk menghubung- hubungkan data atau
fakta yang ada sehingga sampai pada suatu kesimpulan. Cara penarikan kesimpulan
ini disebut dengan logika. Secara
umum, logika dapat didefinisikan sebagai sarana untuk berfikir secara benar
atau sahih. Yang mana didalam logika itu, menyatakan, menjelaskan, dan
mempergunakan prinsip- prinsip abstrak dalam merumuskan kesimpulan.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga, maka
akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis. Berdasarkan sejumlah
proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang akan menyimpulkan sebuah
proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Dalam
penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut Premis dan hasil kesimpulannya disebut
konklusi. Berdasarkan jenisnya,
proposisi dapat dibedakan menjadi dua jenis.Yakni proposisi empirik dan proposisi
mutlak. Proposisi empirik adalah
pernyataan yang dapat diverifikasi secara empirik. Sedangkan Proposisi mutlak adalah proposisi yang
jelas dengan sendirinya sehingga tidak perlu dibuktikan secara empiris.
Adapun dalam proses bernalar, terdapat dua jenis metode yang
dapat digunakan, yaitu bernalar secara deduktif dan induktif.
Premis
mayor (proposisi yang dianggap benar bagi semua anggota kelas tertentu)
Premis
minor (proposisi yang mengidentifikasikan sebuah peristiwa atau fenomenal yang khusus
sebagai anggota dari kelas tadi)
Term
mayor (ada dalam Premis mayor: predikat)
Term
minor (ada dalam Premis minor: Subjek)
Term
tengah (terdapat dikedua premis dan tidakk muncul dalam kesimpulan)
B. BERNALAR SECARA DEDUKTIF
Bernalar secara
Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik suatu kesimpulan dari suatu
prinsip atau sikap yang berlaku umum untuk kemudian ditarik kesimpulan yang
khusus. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari
hal-hal umum, menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah.
Contoh: Al- musaddadiyah adalah sebuah yayasan yang menyediakan berbagai
jenjang pendidikan, seperti SD, SMP, MTS, SMA, MA, SMK, Perguruan Tinggi dan
Pesantren.
Penarikan
simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat
pula dilakukan secara tak langsung.
1.
Menarik
Simpulan secara Langsung
Simpulan
(konklusi) secara langsung atau entimen,
adalah suatu proses penarikan kesimpulan yang ditarik dari satu premis.
Misalnya:
1) Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S.
(simpulan)
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin. (premis)
Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)
2) Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)
3) Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P.
(simpulan)
Contoh:
Semua rudal adalah senjata berbahaya. (premis)
Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)
4) Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Semua S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor pun harimau adalah singa. (premis)
Semua harimau adalah bukan singa. (simpulan)
5) Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P.
(simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S.
(simpulan)
Contoh:
Semua gajah adalah berbelalai.
(premis)
Tak satu pun gajah adalah takberbelalai. (simpulan)
Tidak satu pu yang takberbelalai adalah gajah. (simpulan)
2. Menarik Simpulan secara Tidak
Langsung
Penarikan simpulan
secara tidak langsung atau silogisme,
adalah suatu proses penarikan kesimpulan yang memerlukan dua data sebagai data
utamanya. Dari dua data ini, akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang
pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis
yang bersifat khusus.
Untuk menarik
simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis (pernyataan
dasar) yang bersifat umum (PU) dan premis yang kedua bersifat khusus (PK).
Sebagai umpama:
PU : Setiap
manusia akan mati
PK : Pak ujang
adalah manusia
K :
Pak ujang akan mati
Hal- hal penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan suatu
silogisme adalah sebagai berikut:
1.
Silogisme terdiri dari tiga pernyataan.
2.
Pernyataan (premis) pertama disebut premis umum.
3.
Pernyataan (premis) kedua disebut premis khusus
4.
Pernyataan ketiga disebut kesimpulan.
5.
Apabila salah satu premisnya negatif, maka kesimpuulannya pasti
negatif.
6.
Dua premis negatif tidak dapat menghasilkan kesimpulan.
7.
Dari dua premis khusus tidak dapat ditarik kesimpulan.
Pola penarikan kesimpulan tidak
langsung atau silogisme, dapat dikelompokan kedalam beberapa jenis:
a. Silogisme Kategorial
Yang dimaksud
dengan silogisme kategorial adalah, silogisme yang terjadi dari tiga proposisi (pernyataan).
Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi, merupakan simpulan. Premis
yang bersifat umum, disebut premis mayor. Dan premis yang bersifat khusus disebut premis minor.
Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term
minor dan predikat simpulan disebut term mayor.
Contoh:
PU :
Semua manusia bijaksana.
PK :
Semua polisi adalah bijaksana.
K :
Jadi, semua polisi bijaksana.
Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara
premis mayor dan premis minor. Term penengah adalah silogisme diatas ialah manusia.
Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau
term penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.
Contoh:
PU :
Semua manusia tidak bijaksana.
PK :
Semua kera bukan manusia.
K : Jadi, (tidak ada kesimpulan).
Aturan umum mengenai silogisme
kategorial adalah sebsgai berikut:
a) Silogisme harus terdiri atas tiga
term. Yaitu term mayor, term minor dan term penengah.
Contoh:
PU :
Semua atlet harus giat berlatih.
PK :
Xantipe adalah seorang atlet.
K :
Xantipe harus giat berlatih.
Term
mayor = harus giat berlatih.
Term
minor = Xantipe.
Term
penengah = atlet.
Kalau
lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh:
Gambar itu menempel di dinding.
Dinding itu menempel di tiang.
Dalam
premis ini terdapat empat term, yaitu gambar yang menempel di dinding dan
dinding menempel ditiang. Oleh sebab itu, disini tidak dapat ditarik
kesimpulan.
b) Silogisme terdiri atas tiga
proposisi, yaitu premis mayor, premis minor dan simpulan.
c) Dua premis yang negatif tidak dapat
menghasilkan simpulan.
Contoh:
Semua semut bukan ulat.
Tidak seekor ulat pun adalah manusia.
d) Bilah salah satu premisnya negatif,
simpulan pasti negatif.
Contoh:
PU :Tidak seekor gajah pun adalah singa.
PK : Semua gajah berbelalai.
K : Jadi, tidak seekor singa
pun berbelalai.
e) Dari premis yang positif, akan
dihasilkan simpulan yang positif.
Contoh:
PU ; Semua mahasiswa adalah lulusan
SMA
PK : Ujang adalah mahasiswa
K : Ujang lulusan SMA
f)
Dari dua
premis yang khusus, tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
PU : Sebagian orang jujur adalah petani.
PK : Sebagian pegawai negeri
adalah orang jujur.
K : Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
g) Bila salah satu premis khusus,
simpulan akan bersifat khusus.
Contoh:
PU : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.
PK : Radit adalah mahasiswa.
K : Jadi, Radit adalah
lulusan SLTA.
h) Dari premis mayor yang khusus dan
premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
PU : Beberapa manusia adalah
bijaksana.
PK : Tidak seekor binatang pun adalah manusia.
K : Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
b.
Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis
adalah silogisme yang terdiri atas pernyataan umum, pernyataan khusus, dan
kesimpulan. Akan tetapi, premis umumnya bersifat pengandaian. Hal ini ditandai
adanya penggunaan konjungsi jika
dalam pernyataannya. Dengan demikian, pernyataan umumnya dibentuk oleh dua
bagian. Bagian pertama disebut anteseden dan
bagian keduanya disebut konsekuensi.
Sementara itu, pernyataan khususnya menyatakan kenyataan yang terjadi, yang
kemungkinannya hanya dua: sesuai atau tidak sesuai dengan yang diandaikannya
itu.
Contoh PU :
jika saya lulus ujian, saya akan melanjutkan kuliah ke
(anteseden) (konsekuensi)
perguruan tinggi.
c.
Silogisme Alterntif
Silogisme ini menggunakan pernyataan umum yang memiliki dua alternatif.
Jika alternative satu itu benar menurut pernyaataan khususnya, alternatif yang
lain itu salah.
Contoh:
Premis Mayor è
merupakan proposisi alternative (proposisi yang mengandung
kemungkinan-kemungkinan atau pilihan-pilihan)
Premis Minor è
Kesimpulannya tergantung pada premis
minor.
PU ; Lampu temple ini akan mati apabila
minyaknya habis atau sumbunya
pendek.
PK
; Lampu ini mati, tetapi
minyaknya tidak habis.
K
: Lampu ini mati karena sumbunya
pendek.
d.
Entimen
Sebenarnya
silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan
maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak mempunyai
premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum. Yang
dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh:
PU ; Semua sarjana adalah orang cerdas.
PK ; Ali adalah seorang sarjana.
K : Jadi,
Ali adalah orang cerdas.
Dari silogisme ini dapat ditarik satu
entimen, yaitu “Ali adalah orang cerdas karena dia adalah seorang sarjana”.
Beberapa
contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena
dia telah menang dalam sayembara itu.
Dengan demikian, silogisme dapat
dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah entimen juga dapat diubah menjadi
silogisme.
C. BERNALAR SECARA INDUKTIF
Penalaran
induktif dilakukan terhadap fakta-fakta khususuntuk kemudian dirumuskan sebuah
kesimpulan. Kesimpulan ini mencakup semua fakta yang khusus.
Contoh
:
Sejak
suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu, Ny. Ahmad sering sakit. Setiap bulan ia pergi ke dokter
memeriksakan sakitnya. Harta peninggalan suaminya semakin menipis untuk membeli
obat dan biaya pemeriksaan, serta untuk biya hidup sehari-hari bersama tiga
orang anaknya yang masih sekolah. Anaknya yang tertua dan adiknya masih kuliah
di sebuah perguruan tinggi swasta, sedangkan yang nomor tiga masih duduk di
bangku SMA. Sungguh (kata kunci) berat beban hidupnya. (Ide pokok)
Seperti halnya penalaran duduktif,
cara bernalar induktif juga terbagi kedalam beberapa macam. Yakni:
1. Generalisasi
Generalisasi ialah
proses penalaranyang megandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat
tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum. Dari beberapa gejala
dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa “Lulusan sekolah A pintar-pintar.”
Hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai pernyataan
memberikan gambaran seperti itu.
Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan semua logam
akan memuai.
Benar atau tidak
benarnya rumusan kesimpulan secara generalisasi, itu dapat dilihat dari hal-hal
berikut.:
1) Data itu harus memadai jumlahnya.
Semakin banyak data yang dipaparkan, semakin benar simpulan yang diperoleh.
2) Data itu harus mewakili keseluruhan.
Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang benar.
3) Pengecualian perlu diperhitungkan
karena data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat dijadikan data.
Contoh
generalisasi yang tidak sahih;
a) Orang garut suka rujak
b) Makan daging dapat menyebabkan
penyakit darah tinggi.
c) Orang malas akan kehilangan banyak
rejeki.
2. Analogi
Analogi adalah cara
bernalar dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
Contoh:Nina adalah lulusan akademi A.
Nina dapat
menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah
lulusan akademi A.
Oleh sebab
itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Tujuan penalaran secara analogi adalah sebagai
berikut.
1) Analogi dilakukan untuk meramalkan
sesuatu.
2) Analogi dilakukan untuk menyingkap
suatu kekeliruan.
3) Analogi digunakan untuk menyusun
klasifikasi.
3. Hubungan Kausal
Hubungan kausal
adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang memiliki pola hubungan
sebab akibat. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam
kehidupan kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita temukan. Hujan
turun dan jalan-jalan becek. Ia kena penyakit kanker darah dan meninggal dunia.
Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, terdapat tiga pola hubungan
kausalitas. Yaitu sebagai berikut:
a. Sebab-Akibat
Sebab-akibat ini
berpola A menyebabkan B. Disamping itu, hubungan ini dapat pula berpola A
menyebabkan B, C, D, dan seterusnya. Jadi, efek dari satu peristiwa yang
dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.
Dalam kaitannya
dengan hubungan kausal ini, diperlukan kemampuan penalaran seseorang untuk
mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan terlihat pada suatu penyebab yang
tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata. Kalau kita melihat sebiji buah
mangga terjatuh dari batangnya, kita akan memperkirakan beberapa kemungkinan
penyebabnya. Mungkin mangga itu ditimpa hujan, mungkin dihempas angin, dan
mungkin pula dilempari anak-anak. Pastilah salah satu kemungkinana itu yang
menjadi penyebabnya.
b. Akibat-Sebab
Dalam pola ini kita memulai dengan
peristiwa yang menjadi akibat. Peristiwa itu kemudian kita analisis untuk
dicari penyebabnya.
Contoh
;Kemarin pak maman tidak masuk kantor.
Hari inipun tidak. Pagi tadi istrinya
pergi ke apotek membeli obat. Oleh karena itu, pasti Pak Maman sedang sakit.
c. Sebab Akibat -1 Akibat -2
Suatu penyebab dapat menyebabkan
serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan
akibat kedua. Demikianaalah seterusnya, hingga timbul arangkaian beberapa
akibat.
Contoh:
Mulai bualan mei 2012, harga
beberapa jenis BBM direncanakan akan mengalami kenaikan. Terutama premium dan
solar. Hal ini karena pemerintah ingin mengurangi subsidi dengan harapan supaya
ekonomi Indonesia kembali berlangsung normal. Dikarenakan harga bahan bakar
naik, sudah barang tentu biaya angkutan pun akan naik pula. Jika biaya angkutan
naik, harga barang pasti ikutn naik. Naiknya harga barang akan dirasakan berat
oleh masyarakat. Oleh karena itu, kenaikan harga barang harus diimbangi dengan
usaha menaikan pendapatan rakyat.
Sumber: https://www.academia.edu/6660140/Penalaran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar